Diposting oleh dewasa masa kini on Senin, 07 November 2011


2 Sumber Masalah Remaja Masa Kini
Permasalahan remaja sekarang lebih merupakan masalah berantai. Kecemasan karena menghadapi perubahan-perubahan yang drastis dan tidak kunjung selesai, menyebabkan remaja cenderung terbawa arus mengikuti gaya hidup atau perilaku teman sepermainannya. Sebagian dari mereka ingin mencari jalan pintas, maka terseret ke dunia narkoba. Karena butuh narkoba, mereka terlibat kriminal atau pada perempuan terlibat prostitusi. Karena aktivitas mereka dalam penyalahgunaan obat maupun seks, mereka jadi lebih rentan terhadap Penyakit Menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS. Dan seterusnya. Lalu, bagaimana solusinya?

"Setiap generasi remaja memiliki dunianya sendiri dan permasalahannya sendiri. Karena itu tidak benar jika kita selalu mencoba menangani masalah remaja masa kini dengan ukuran masa lalu. Termasuk dalam hal meningkatnya penyalahgunaan seks dan narkoba, serta merebaknya ancaman HIV/AIDS," papar Dr Sarlito W Sarwono, psikolog kondang saat berbicara dalam round table diskusi di BKKBN Pusat.
Salah satu ciri remaja masa kini yang oleh Sarlito kerap disebut remaja post modern atau pasca modern (karena eranya sudah melampaui jaman modern, sudah masuk era informasi) adalah memiliki masa transisi terus menerus. Pasalnya, dunia sekitar mereka mudah berubah dan banyak variasi norma hukum, sosial, agama, adat, psikologi yang harus dihadapi sehingga remaja sekarang merasa bahwa status sosialnya tidak pasti, serba canggung. Karena itulah muncul kendala komunikasi dengan lingkungan, sedang hubungan dengan keluarga,teman dan kerabat dekat makin semu.
Dengan kata lain, ungkap Sarlito, ada dua sumber masalah remaja masa kini. Pertama, masalah yang berasal dari dalam dirinya sendiri yaitu libido seksualitas dan naluri agresi yang tumbuh terus sesuai dengan pertumbuhan jiwa dan fisik remaja. Kedua, masalah lingkungannya, yaitu banjir informasi melalui teknologi yang makin canggih, perkembangan teknologi yang super cepat, timbulnya norma ganda sebagai akibat perubahan tersebut dan sulitnya mencari pedoman hidup yang pasti.
Menurut Sarlito, di antara berbagai masalah yang harus dihadapi oleh remaja pasca modern, masalah paling berat dan tidak terlalu menjadi masalah di masa lalu adalah masalah perubahan norma. Beberapa di antara perubahan norma itu antara lain soal nikah antaragama yang dulu boleh sekarang dilarang, masalah busana yang dulu tidak pantas sekarang lazim dipakai, masalah hubungan seks pra nikah yang dulu Barat sekarang Barat dan Timur, masalah kawin paksa, khitan wanita yang dulu biasa sekarang aneh dan masalah pornografi yang dulu haram sekarang umum.
Sementara itu, kepercayaan masyarakat tentang seks tidak banyak berubah. Mitos tentang seks yang masih beredar di masyarakat seperti penyakit kelamin bisa dicegah dengan jamu, pil anti biotik dan mencuci alat kelamin. Belum lagi adanya mitos bahwa hubungan seks lebih baik daripada masturbasi dan lain-lain.
"Pada gilirannya, kemandegan proses kepercayaan masyarakat yang harus tabrakan dengan perubahan cepat era pasca modern mengakibatkan dampak besar pada remaja. Seperti, tidak peduli, cemas, depresi, tidak adanya sarana penyaluran seksual, canggung akan perilaku antar jenis kelamin, hubungan seks pra nikah, aborsi, pernikahan dini, Penyakit Menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS," jelasnya lagi.
Psikolog yang lebih dikenal sebagai seksolog dan tergabung dalam Asosiasi Seksolog Indonesia ini juga mengungkapkan data menarik dari hasil-hasil penelitiannya. Ternyata, remaja yang mendapat pendidikan seks sebelum pernah melakukan hubungan seks, justru akan menunda hubungan seks pertamanya. "Bukan malah mempercepat seperti yang diyakini orang selama ini, sementara remaja yang mendapat pendidikan seks sesudah pernah melakukan hubungan seks akan melakukannya dengan teknik yang aman."
Diakuinya, perilaku seks remaja Indonesia jauh lebih rendah ketimbang perilaku remaja Amerika Serikat, baik secara kuantitaif (persentase) maupuan kualitatif (jenis perilakunya). Namun juga terbukti bahwa perilaku seks tida selalu ada hubungannya dengan keyakinan agama. Ini jelas merupakan suatu hal yang bertentangan dengan pendapat masyarakat bahwa agama selalu bisa menjamin perilaku seksual yang baik.
"Bukan itu saja, penelitian lain oleh dua orang dokter kebidanan yaitu dokter Dalana di Solo dan Biran Affandi di Jakarta pada tahun 1995, menghasilkan temuan yang bertentangan dengan pendapat umum. Tempat senggama remaja bukan terbanyak di temapat-tempat maksiat atau tempat umum seperti hotel, taman ria dan lain-lain, tetapi di rumah sendiri," kata Sarlito menegaskan.

Alternatif pendidikan reproduksi
Rumitnya masalah remaja pasca modern, lebih merupakan masalah berantai. Menghadapi remaja pasca modern tidak bisa lagi dengan mencari satu faktor penyebabnya kemudian memikirkan satu jalan keluarnya. Misalnya, merosot etika sehingga perlu pendidikan budi pekerti atai merosot imannya sehingga perlu pendidikan agama atau pendidikan seks. Oleh karena itu, pemecahan melalui pendidikan reproduksi pun tidak bisa sederhana.
"Tidak semua remaja bisa diperlakukan sama, sehingga diperlukan pendidikan alternatif. Setiap alternatif mengandung konsekuensi dan resiko. Tetapi setidaknya, dengan adanya alternatif bisa dirancang program pendidikan yang lebih sesuai dengan kondisi masing-masing remaja."
Lebih jauh dijelaskan Sarlito, pendidikan alternatif pertama adalah batas diri meliputi seks terbatas lagi (abstinensi, monoloyalitas, kondom), pembatasan sesuai ajaran agama, kembali ke tradisi/adat. Alternatif kedua, adalah bebaskan diri meliputi perluasan wawasan, toleransi tinggi, coping/ adjustment terhadap perubahan dan perbedaan.
Dalam memberikan pendidikan kespro di sekolah, dr Lula Kamal berpendapat dapat dimulai dari kelas 5 - 6 SD hingga SMA. Alternatif lainnya, dengan memanfaatkan guru Bimbingan Penyuluhan (BP) yang telah mendapatkan pelatihan untuk menjadi tempat bertanya para siswa, baik mengenai kesehatan reproduksi maupun penyerapan HIV/AIDS. Tak kalah pentingnya, menyediakan suatu wadah yang mudah dijangkau oleh para remaja jika mereka mempunyai masalah dalam hal kesehatan reproduksi, yang bersifat tidak menyalhkan tetapi lebih mencari jalan keluar dari suatu masalah.
"Pokoknya, jangan sampai para siswa belajar masalah kesehatan reproduksi dari sumber yang salah, apalagi dengan melakukan learning by doing," ujar dokter selebritis yang kerap memberikan ceramah tentang kespro, narkoba dan kaitannya dengan penularan HIV/AIDS pada kaum remaja di sekolah maupun perguruan tinggi. RW
 

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar